manfaat.co – Achmad Dimyati Natakusuma sebagai anggota komisi III DPR RI mengatakan pemerintah harus merangkul kelompok pembenci pemerintah. Lantaran banyak sekali tanggapan untuk pembenci pemerintah yang mudah untuk masuk ke jejaring teroris. Negara yang diminta untuk merangkul yaitu dengan memberikan pemahaman kepada setiap warga negaranya. “Kalau ada perbedaan, perbedaan itu anugerah. Ada juga pandangan berbeda, maka oleh sebab itu harus diberikan pemahaman, apalagi negara, negara ini diwakili oleh pemerintah diantaranya, maka pemerintah atau negara ini wajib merangkul warga negaranya,” kata Dimyati kepada wartawan, Minggu (4/4/2021) seperti yang dilansir dari sumber berita detikcom.
Setiap warga negara Indonesia memiliki pola pikir yang berbeda, begitu juga dengan warga yang memiliki pemikiran yang kritis hingga memiliki paham radikal. Dimyati menyatakan setiap warga ada yang nakal, ada yang setengah nakal dan ada yang baik hingga kritis bahkan frontal. Tidak menutupi kemungkinan ada warga yang radikal. Maka harus dirangkul semuanya. Tugas negara juga bisa memberikan pemahaman yang jelas untuk warganya.
Mungkin warga negara tersebut tidak paham dan tidak mengerti karena tidak merasakan sosialisasi ilmu pengetahuan yang tepat. Maka yang dipahaminya bisa dipahami dengan salah. “Supaya apa? Supaya jangan menyimpang, jangan sesat, jangan merugikan banyak orang atau bisa mengakibatkan banyaknya yang jadi korban. Jadi kalau berbeda pandangan dengan pemerintah itu bukan radikal, tetapi beda pemahaman saja,” tutur dia.
Waketum Gerindra Tidak Setuju Tanggapan Untuk Pembenci Pemerintah Mudah Direkrut Jaringan Teroris
Sementara itu banyak tanggapan untuk pembenci pemerintah seperti PPP yang menilai kalau kelompok tersebut merupakan kelompok yang rentan sekali terpapar radikalisme dan terorisme karena memiliki ideologi yang berbeda. Program pemerintah harus lebih gencar lagi dalam deradikalisasi terhadap kelompok pendekatan khusus. Seperti yang dikatakan Arsul Sani yang awalnya menjabarkan kelompok di luar pemerintahan. “Hemat saya, agar tidak berkembang pikiran dasar bahwa setiap kelompok yang di luar pemerintahan itu mudah terpengaruh dengan paham radikalisme dan bahkan terorisme, maka harus dibedakan dulu antara kelompok yang berseberangan dengan pemerintah dengan kelompok yang membenci pemerintah,” kata Arsul Sani kepada wartawan, Minggu (4/4/2021). Dirinya menyebutkan kelompok tersebut sangat kritis terhadap pemerintahan.
Sejauh ini, Arsul menilai program radikalisme di Indonesia memang tidak pernah kendor, tetapi dia meminta untuk dilakukan evaluasi secara bertahap. Sebelumnya Nasir Abbas, mantan anggota jaringan terorisme Jamaah Islamiyah menyatakan para pembenci lebih mudah direkrut menjadi anggota teroris. Tetapi, disisi lain Gerindra tidak setuju dengan pendapat tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Habiburokhman selaku Komisi III DPR RI Gerindra. “Ya itu debatable dan kasuistik, jangan digeneralisir,” kata Anggota Komisi III DPR RI fraksi Gerindra, Habiburokhman kepada wartawan, Minggu (4/4/2021).
Sejak Zaman orba zaman reformasi hingga saat ini ,masih banyak yang sangat kritis dengan pemerintah tetapi memiliki jalan perjuangan yang legal dan konstitusional. Selama ini juga jelas aktivis pro demokrasi yang kritis dengan mereka yang memiliki untuk melakukan tindakan teror. Para pengkritik pemrintahan biasanya mengklaim pecinta demokrasi, semnetatra teroris,me jauh dari nilai demokrasi. Bahkan sering korbankan orang yang tidak berdosa.
Guna mencegah aksi terorisme, Waketum Gerindra ini mendukung agara pemerintahan memaksimalkan program deradikalisasi supaya bisa deteksi intelijen yang ditingkatkan. karena pernyataan sebelumnya mantan terorisme tersebut lantaran sikap dan ideologi yang selama ini memusuhi pemerintahan. “Kalau saya akan merekrut orang untuk jadi teroris, saya akan memilih mereka yang sudah punya rasa kebencian kepada pemerintah ketimbang yang masih nol. Ibaratnya tinggal menambah pupuk sedikit jadilah,” kata mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiah untuk wilayah Filipina, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan itu dalam Blak-blakan detikcom, Rabu (31/3/2021) seperti yang dilansir dari sumber berita detikcom.
Kebanyakan masayarakata yang terlibat aksi teror menyamakan negara Indonesia seolah sedang berada di medan perang ditambah dengan fahaman hadis Rasulullah yang diriwayatakan Bukhari dan Muslim “ Aku diurus, di perintahkan untuk membunuh manusia sampai mereka bersyahadat” Padahal yang di maksud untuk orang yang musyrik saja saat mereka memerangi umat islam. Justriu Rasulullah melarang untuk memerangi perempuan, anak kecil, pendeta dan orang yang lemah. Maka berikan pemahaman dan rangkulan untuk mereka yang sudah salah kaprah.